Gereja sebagai Umat Allah
Gereja berasal dari Bahasa Portugis “igreja”. Kata igreja adalah ejan Portugis yang diambil dari kata Latin “ecclesia”, yang berasal dari kata Yunani ekklesia atau dalam bahasa Ibrani qahal. Artinya adalah kumpulan orang-orang atau komunitas untuk berdoa. Maka, Gereja adalah kumpulan jemaat dari orang-orang yang sudah dibaptis, yang disatukan dalam iman sejati yang satu, dalam liturgi dan sakramen-sakramen yang sama, di bawah otoritas Paus dan para uskup dalam persekutuan dengan Paus. Jadi, terdapat elemen kebersamaan, yaitu dalam hal iman, penyembahan dan sebagai satu kawanan. Karena itu, terdapat tiga elemen Gereja, yaitu iman, liturgi dan otoritas yang meneruskan tiga misi Kristus, yaitu sebagai nabi, imam dan raja.
Dari segi penulisan kata Gereja memiliki 2 arti, yaitu;
- Kata Gereja yang diawali dengan huruf kapital memiliki arti sebagai umat Allah/kaum beriman.
- Kata gereja yang diawali dan diakhiri dengan huruf kecil memiliki arti sebagai bangunan atau tempat berkumpulnya umat Allah/kaum beriman.
Katekismus Gereja Katolik menjelaskan:
“Dalam pemakaian Kristen, “Gereja” berarti pertemuan liturgis (bdk. 1Kor 11:18; 14:19.28.34.35), tetapi juga jemaat setempat (bdk. 1Kor 1:2; 16:1) atau seluruh persekutuan kaum beriman (bdk. 1Kor 15:9; Gal 1:13, Flp 3:6). Ketiga pengertian ini tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain. “Gereja” adalah umat yang Allah himpun di seluruh dunia. Ia terdiri dari jemaat-jemaat setempat dan menjadi nyata sebagai pertemuan liturgis, terutama sebagai pertemuan Ekaristi. Ia hidup dari Sabda dan dari Tubuh Kristus dan karenanya menjadi Tubuh Kristus.” Karena merupakan kumpulan seluruh umat beriman, Gereja pada dasarnya bersifat universal, mencakup keseluruhan. Keseluruhan ini meliputi seluruh dunia, dan kurun waktu sejarah umat manusia.
Dalam
Perjanjian Lama, bangsa Israel menjadi gambaran Gereja, karena Israel adalah
umat/bangsa pilihan Allah yang menyembah Allah. Dalam Perjanjian Baru, Gereja atau
umat Israel yang baru didirikan oleh Kristus sendiri, yaitu Gereja. St.
Gregorius menjelaskan bahwa umat Allah terdiri dari kumpulan orang kudus di
sepanjang sejarah manusia, baik sebelum masa hukum taurat, pada masa hukum
taurat, maupun di bawah rahmat. Demikian pula, Gereja yang satu ini merupakan
kumpulan umat beriman, baik yang kini berada di dunia ini (Gereja yang sedang
berziarah), maupun yang berada di Api Penyucian (Gereja yang menderita) dan di
Surga (Gereja yang jaya). Sebagaimana dikatakan dalam kitab suci Gereja adalah "Tubuh Kristus", dimana kita umat Allah sebagai anggota dan Kristus sendirilah sebagai kepalanya.
Konsili Vatikan II menyebut sejumlah gambaran untuk melukiskan Gereja: 1) sebagai kandang dan satu-satunya pintu yang harus dilalui adalah Kristus (lih. Yoh 10:10); 2) kawanan dengan Allah sendiri sebagai gembalanya (lih. Yes 40:11; Yeh 34:11), atau kawanan domba yang digembalakan oleh gembala-gembala manusiawi, dengan Yesus sendiri sebagai Gembala utama (Yoh 10:11; 1 Ptr 5:4); 3) tanaman atau ladang Allah (1Kor 3:9); 4) bangunan Allah (lih. 1Kor 3:9), yang diberi berbagai nama, yaitu rumah Allah (1Tim 3:15), tempat tinggal keluarga-Nya, kediaman Roh Kudus (Ef 2:19-22), kemah Allah di tengah manusia (Why 21:3) dan Kenisah Kudus. 5) Yerusalem yang turun dari atas, bunda kita (Gal 4:26, lih. Why 12:17), yaitu mempelai bagi Anak Domba yang tak bernoda (lih. Why 19:7; 21:2).
Gereja merupakan hasil pewartaan Injil yang disambut manusia dengan iman dan tobat. Dalam keempat Injil terdapat sejumlah cerita tentang beberapa orang yang atas firman Yesus mengikuti dan menyertai Dia (lih. Mat. 4:18-22). Gereja pada pokoknya adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya tersentuh oleh Allah (bdk. Kis 2:37; 16:14), menanggapi pewartaan Injil dengan percaya dan bertobat. Gereja sebagai umat Allah adalah persekutuan orang yang "dipanggil" oleh Allah, persekutuan orang yang percaya akan karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus, mengimaninya dan mewartakannya. Dalam Lumen Gentium art. 2 dikatakan, "Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus. Gereja itu sejak awal dunia telah diperlambangkan serta disiapkan dalam sejarah bangsa Israel dalam perjanjian lama. Artinya, Allah menghendaki semua orang diselamatkan (diselamatkan artinya : diangkat untuk menghayati hidup ilahi).
CIRI KHAS GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
- Umat Allah merupakan suatu pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa terpanggil.
- Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
- Hubungan antara Allah dan umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus mentaati perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya. Umat Allah selalu dalam perjalanan melewati padang pasir menuju tanah Terjanji.
Ciri Gereja sebagai umat Allah terlihat dari panggilan dan inisiatif Allah, persekutuan, hubungan mesra antara umat manusia dengan Allah, karya keselamatan dan perziarahan yang selalu berjalan dalam kehidupan umat manusia. Ciri Gereja sebagai umat Allah juga digambarkan dengan begitu indah dalam Konsili Vatikan II, LG art. 9, sebagai berikut:
"Disegala zaman dan pada semua bangsa Allah berkenan akan siapa saja yang menyegani-Nya dan mengamalkan kebenaran (lih. Kis 10:35). Namun Allah bermaksud menguduskan dan menyelatkan orang-orang bukannya satu per satu, tanpa hubungan satu dengan yang lainnya. Tetapi Ia hendak membentuk mereka menjadi umat, yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya dengan suci. Maka Ia memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya, mengadakan perjanjian dengan mereka, dan mendidik mereka langkah demi langkah, dengan menampakkan diri-Nya serta rencana kehendak-Nya dalam sejarah, dan dengan menguduskan mereka bagi diri-Nya. Tetapi itu semua telah terjadi untuk menyiapkan dan melambangkan perjanjian baru dan sempurna, yang akan diadakan dalam Kristus, dan demi perwahyuan lebih penuh yang akan disampaikan melalui sabda Allah sendiri yang menjadi daging. “Sesungguhnya akan tiba saatnya – demikianlah firman Tuhan, – Aku akan mengikat perjanjian baru dengan keluarga Israel dan keluarga Yuda – Aku menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka, dan akan menulisnya dalam hati mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku – Sebab semua akan mengenal aku, mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar – itulah firman Tuhan” (Yer 31:31-34). Perjanjian baru itu diadakan oleh Kristus, yakni wasiat baru dalam darah-Nya (lih. 1Kor 11:25). Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir Ia memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru. Sebab mereka yang beriman akan Kristus, yang dilahirkan kembali bukan dari benih yang punah, melainkan dari yang tak dapat punah karena sabda Allah yang hidup (lih. 1Ptr 1:23), bukan dari daging, melainkan dari air dan Roh kudus (lih. Yoh 3:5-6), akhirnya dihimpun menjadi “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka – yang dulu bukan umat, tetapi sekarang umat Allah” (1Ptr 2:9-10)."
Dari kutipan tersebut, terlihat bahwa Gereja sebagai umat Allah menunjuk kepada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.
DASAR DAN KONSEKUENSI GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH
2 hal penting dalam sebutan Gereja sebagai umat Allah :
1. Gereja bukan organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah yang konkret
(Pilihan dan kasih Allah).
2. Gereja bukan hanya kaum awam atau hierarki saja, melainkan keseluruhannya
sebagai umat Allah.
Sebagai umat Allah tidak ada perbedaan antara mereka yang tertahbis (Paus, uskup, imam (pastor), diakon yang tertahbis) biarawan-biarawati dan awam. Kesatuan tidak didasarkan pada struktural organisatoris tetapi pada Roh Allah sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat pilihan. Dengan demikian, kita diajak menyadari bahwa sebagai umat Allah, secara pribadi dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan menjemaat/mengumat. Hal ini menjadi dasar dan konsekuensi penting Gereja sebagai umat Allah.
- Hakikat Gereja adalah persaudaraan dan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh perjalanan hidup jemaat/umat perdana. (Kis. 2:41-47).
- Umat Allah harus menyadari bahwa dalam kehidupan ini ada banyak karisma yang dapat dilihat, diterima dan digunakan demi bertumbuhnya seluruh anggota Gereja. Potensi yang dimiliki setiap anggota Gereja harus dikembangkan, diterima dan dihargai serta setiap anggota Gereja harus mampu bekerjasama dan saling melengkapi.
- Setiap umat Allah memiliki martabat dan tanggung jawab yang sama dan secara aktif terlibat sesuai dengan fungsi masing-masing. Hal ini diperlukan agar kita bisa membangun hidup sebagai umat Allah dan memberi lebih banyak kesaksian kepada masyarakat di sekitar dan dunia pada umumnya.
Sejarah hirarki
Struktur hirarki bukanlah suatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam sejarah Gereja. Menurut ajaran Konsili Vatikan II, struktur itu dikehendaki Tuhan dan akhirnya berasal dari Kristus sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah hirarki di bawah ini:
Jaman Para Rasul
Awal perkembangan hirarki adalah kelompok kedua belas Rasul. Kelompok inilah yang pertama-tama disebut Rasul. Rasul atau “Apostolos” adalah utusan. Akan tetapi setelah kebangkitan Kristus, sebutan Rasul tidak hanya untuk kelompok kedua belas, melainkan juga utusan-utusan selain kelompok kedua belas itu. Bahkan akhirnya, semua “utusan jemaat” (2Kor 8:22) dan semua “utusan Kristus” (2Kor 5:20) disebut Rasul. Lama kelamaan, kelompok Rasul lebih luas dari pada kelompok kedua belas Rasul. Sesuai dengan namanya, Rasul diutus untuk mewartakan iman dan memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.
Jaman sesudah Para Rasul
Setelah kedua belas Rasul tidak ada, muncul aneka sebutan, seperti “penatua-penatua” (Kis 15:2), dan “Rasul-Rasul”, “Nabi-Nabi”, “Pemberita-Pemberita Injil”, “Gembala-Gembala”, “Pengajar” (Ef 4:11), “Episkopos” (Kis 20:28), dan “Diakonos” (1Tim 4:14). Dari sebutan itu ada banyak hal yang tidak jelas arti dan maksudnya. Namun pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia yang mengenal sebutan “Penilik” (Episkopos), “Penatua” (Presbyteros), dan “Pelayan” (Diakonos). Struktur inilah yang selanjutnya menjadi struktur hirarki Gereja yang menjadi Uskup, Imam, dan Diakon. Di sini yang penting, bukanlah kepemimpinan Gereja yang terbagi atas aneka fungsi dan peran, melainkan bahwa tugas pewartaan para Rasul lama-kelamaan menjadi tugas kepemimpinan jemaat.
Struktur Kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja
Arti kata hierarki:
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata ”hierarki” (hirarki) diartikan sebagai :
•urutan tingkatan atau jenjang jabatan (pangkat dan kedudukan);
•organisasi dengan tingkat wewenang dari yang paling bawah sampai ke yang paling atas.
Hierarki (dari bahasa
Yunani “hieros arke” yang artinya “pemerintahan kudus”) adalah prinsip
tata susunan yang mengatur alam, malaikat, masyarakat, dan Gereja. Dalam
Gereja Katolik yang dimaksud dengan hierarki sekarang adalah
tingkat-tingkat jabatan / wewenang yang ada dalam pelayanan
penggembalaan Gereja
Menurut Ajaran resmi Gereja struktur Hierarki termasuk hakikat kehidupan-nya juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hierarki yaitu para Rasul telah berusha mengangkat para pengganti mereka.Maka Konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" Kepada mereka itu para Rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (LG 18).
maksud dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah keplompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, Yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.
Struktur hirarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, Uskup, para Imam dan diakon.
- Paus
Ketika Yesus masih di dunia, Ia secara langsung memilih Simon Petrus sebagai pemimpin atas para Rasul dengan berkata “Gembalakanlah domba-dombaKu” (Yohanes 21:15). Selanjutnya dalam Gereja Katolik, ditunjuklah seorang Paus yang menggantikan tugas Simon Petrus untuk menjadi pemimpin tertinggi.
Lantas, mengapa hierarki Gereja Katolik berada di Roma? Karena menurut kesaksian dan catatan sejarah, Rasul Petrus menjadi uskup pertama dengan memimpin di wilayah Gereja Roma. Maka hingga kini pun pusat pemerintahan Gereja Katolik berada di sana. Paus juga adalah seorang Uskup, bedanya Paus merupakan pemimpin para Uskup. Paus merupakan pemimpin tertinggi dalam Gereja Katolik.
- Uskup
Hierarki Gereja Katolik Roma sudah jelas dikatakan dalam LG 20 bahwa uskup adalah penganti para Rasul di dunia sekarang ini. Uskup merupakan pemimpin umat dikalangan keuskupan. Di Indonesia sendiri keuskupan berada di setiap Provinsi.
- Imam
Imam atau yang biasa dikenal dengan sebutan Romo merupakan penolong para uskup. Hal ini dituangkan dalam Lumen Gentium 28. Imam sendiri dibagi dua yaitu imam diosesan (Imam Praja) dan Imam Religius (ordo atau kogregasi misalnya SJ, MSF, dan lain-lain).
- Diakon Tertahbis
Jika Imam adalah penolong uskup maka pada hierarki Gereja Katolik Roma, Diakon adalah sebutan bagi penolong Imam. Diakon ini harus menerima tahbisan imamat terlebih dahulu.
Kardinal Tidak Termasuk dalam Hierarki Gereja
Bagi Anda orang Katolik awam pasti timbul pertanyaan tentang Kardinal yang tidak masuk jajaran hierarki gereja. Memang benar demikian adanya, pasalnya Kardinal hanyalah gelar “kehormatan” saja. Meski kebanyakan orang menganggap Kardinal lebih tinggi kedudukannya dari uskup namun seorang Kardinal hanyalah sebuah gelar khusus.
Kardinal diambil dari Bahasa Latin “Cardio” yang artinya engsel. Seorang Kardinal dianggap sebagai engsel atau penasihat Gereja Katolik di suatu negara tertentu. Meski tidak masuk jajaran hierarki Gereja Katolik Roma, Kardinal tetaplah penting dalam Gereja Katolik.
Fungsi Khusus Hirarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai nabi (mengajar), Imam (menguduskan), dan Raja (memimpin / menggembalakan). Meskipun menjadi tugas umum dari seluruh umat beriman, namun Gereja atas dasar sejarahnya di mana Kristus memilih para rasul untuk melaksanakan tugas itu secara khusus, kemudian menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat. Gereja menetapkan pembagian tugas tiap komponen umat (hirarki, biarawan/biarawati, dan kaum awam) untuk menjalankan tri-tugas dengan cara dan fungsi yang berbeda.
Berdasarkan keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi khusus hirarki adalah:
- Menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen, mengajar, dan sebagainya.
- Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat dan teladan.
Corak Kepemimpinan dalam Gereja
- Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” (Yoh 15:16). Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.
- Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal dari Kristus sendiri.
- Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Maka Paus disebut sebagai “Servus Servorum Dei” = Hamba dari Hamba-hamba Allah.
- Kepemimpinan hirarki berasal dari Tuhan karena sakramen tahbisan yang diterimanya maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Sedangkan kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
Sesuai dengan ajaran Konsili vatikan II, rohaniwan (hirarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi Kerajaan Allah.
1. Pengertian Awam
Yang dimaksud dengan kaum awam adalah semua orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (lih. LG 31).
Definisi awam dalam praktek dan dalam dokumen-dokumen Gereja ternyata mempunyai 2 macam:
- Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi biarawan/wati seperti suster dan bruder yang tidak menerima tahbisan suci.
- Definisi tipologis: Awam adalah warga Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan/wati. Maka dari itu awam tidak mencakup para suster dan bruder Definisi ini dikutip dari Lumen Gentium yang rupanya menggunakan definisi tipologis. Dan untuk selanjutnya istila “awam” yang digunakan adalah sesuai dengan penegrtian tipologis di atas
2. Peranan Awam
Peranan Awam sering disitilahkan sebagai Kerasulan Awam yang tugasnya dibedakan sebagai Kerasulan internal dan eksternal.
Kerasulan internal atau kerasulan “di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran hirarkis, walaupun awam dituntut juga untuk mengambil bagian di dalamnya.
Kerasulan eksternal atau kerasulan “dalam tata dunia” lebih diperani oleh para awam. Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia. Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia. Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini
Berikut akan diuraikan peranan awam dalam kerasulan eksternal dan interna
a. Kerasulan dalam tata Dunia (eksternal)
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil. Mereka dapat menguduskan dunia dari dalam laksana ragi (lih. LG 31)
Kaum awam dapat menjalankan kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam “tata dunia” sedemikian rupa sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang karya Kristus dan melayani keselamatan manusia Dengan kata lain “tata dunia” adalah medan bakti khas kaum aam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dalam bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
Cukup lama, bahkan samapai sekarang ini, masih banyak di antara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan hal-hal rohani yang sacral, kudus, serba keagamaan, dan yang menyangkut kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja. Dengan paham gereja sebagai “Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh gaudium et Spest, di mana otonomi dunia dan sifatnya yang secular diakui, maka dunia dan lingkungannya mulai diterima sebagai patner dialog dapat saling memperkaya diri. Orang mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasrkan alas an kewargaan dalam masyarakat atau Negara saja, tetapi juga karena dorongan iman dan tugas kerasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi sekaligus juga menghubungkan kita dengan sesame kita di dunia ini.
Memimpin doa dalam pertemuan umat, Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadah, Membagi komuni sebagi prodiakon, Menjadi pelayan putra Altar, dsb
Menjadi angota dewan paroki, Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau wilayah, dsb.
- Perubahan Cara Pandang Gereja
- Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja dipahami sebagai bentuk Piramida.
- Model Piramida yang berkuasa menentukan segala sesuatu bagi Gereja adalah hierarki.
- Model ini lebih cenderung "pastor sentris" atau "hierarki sentris".
- Pada Konsili Vatikan II (1962-1965) pandangan Gereja model piramida diperbaiki.
- Extra ecllesiam nula salus, artinya; Diluar Gereja tidak ada keselamatan.
- Setelah Konsili Vatikan II, Gereja dipahami bukan lagi "hierarki sentris" tetapi diubah menjadi "Kristosentris" artinya; Kristus pusat hidup Gereja. Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja menutup diri: Gereja merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan.
Hubungan Gereja dengan dunia :
Tokoh pembaharu mencetuskan Konsili Vatikan II => Paus Yohanes XXIII "Membuka Jendela Vatikan". Dokumen hasil Konsili Vatikan II : Gaudium Et Spes (Kegembiraan dan Harapan). Pandangan Gereja tentang dunia sebelum Konsili Vatikan II : Dunia dipandang negatif sebagai tempat berdosa, tidak berharga, berbahaya, jahat dan tidak termasuk lingkup keselamatan. (lih. 1 Yoh 2:15-16).
Pandangan Gereja tentang Dunia berubah setelah Konsili Vatikan II : Dunia dilihat sebagai seluruh keluarga manusia dengan segala yang ada disekelilingnya. Dunia menjadi pantas berlangsungnya sejarah umat manusia, dunia ditandai oleh usaha-usaha manusia dengan segala kekalahan dan kemenangannya. Dunia dipelihara oleh cinta kasih Tuhan. Dunia yang telah jatuh ke dalam dosa telah dimerdekakan oleh Kristus yang telah di salibkan dan bangkit pula untuk menghancurkan kekuasaan setan agar dunia dapat kembali sesuai rencana Allah dan dapat mencapai kesempurnaan (GS art. 2).
2. Ajaran Gereja tentang Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka
Gereja, yang diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cintakasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa, menyadari bahwa karya misioner yang harus dilaksanakannya memang masih amat berat. Sebab masih ada dua miliar manusia, yang jumlahnya makin bertambah, dan yang berdasarkan hubungan-hubungan hidup budaya yang tetap, berdasarkan tradisi-tradisi keagamaan yang kuno, berdasarkan pelbagai ikatan kepentingan-kepentingan sosial yang kuat, terhimpun menjadi golongan-golongan tertentu yang besar, yang belum atau hampir tidak mendengar Warta Injil. Di kalangan mereka ada yang menganut salah satu di antara agama-agama besar, tetapi ada juga yang tetap asing terhadap pengertian akan Allah sendiri, ada pula yang jelas-jelas mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya menentangnya. Untuk dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan serta kehidupan yang disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki golongan-golongan itu dengan gerak yang sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada keadaan-keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari-harian dijumpai-Nya. (AG art.10).
DAFTAR PUSTAKA :
KWI.2017. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Diutus sebagai Murid Yesus untuk SMA Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2017. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI. Jakarta: PT. Gramedia.
KWI. 2004. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor.
https://www.katolisitas.org/unit/apakah-arti-gereja/